Dalam pembukaan Undang-undang Dasar
1945 memuat cita-cita pendidikan bangsa Indonesia, yaitu mencerdaskan kehidupan
bangsa. Dengan itu, harkat dan martabat seluruh warga negara akan dapat
terwujud. Sekolah dan system sekolah sebagai suatu lembaga social dan
pendidikan dipilih dan ditempatkan di antara system kelembagaan yang telah ada.
Fungsi utama sekolah pada awalnya adalah pengajaran, setidak-tidaknya dalam
terminology, namun dalam perkembangannya sekolah berfungsi majemuk dengan
pendidikan sebagai intinya. Persoalan jumlah dan siapa yang perlu memperoleh
pendidikan kiranya cukup jelas, yaitu semua rakyat pembentuk bangsa kita,
sedangkan yang perlu dipikirkan dan di usahakan adalah kualifikasi dan mutu
atau mutu, kecerdasannya, dan jalan serta cara mencapainya merupakan implikasi
pesan utama cita-cita yang diletakkan oleh bapak-bapak pendiri Republik
Indonesia dan pengisian pesan tersebut perlu dicari, dikaji, dan terus
dikembangkan. [1]
Dengan melihat masalah mutu pendidikan yang rupanya
sudah sangat menggelitik dunia pendidikan dewasa ini. Bukan saja bagi para
professional, juga bagi masyarakat luas pun terdapat suatu gerakan yang
menginginkan adanya perubahan sekarang juga dalam hal usaha peningkatan mutu
atau mutu pendidikan.[2]
a. Kendala
Peningkatan Mutu Pendidikan
Kendala peningkatan mutu pendidikan
ini, perlu di teliti dan di cermati agar kelak bangsa Indonesia dapat
meningkatkan mutu pendidikan dengan lancar dan dapat bersaing di Era
Globalisasi.
Kiranya penulis perlu paparkan beberapa pendapat para
ahli pendidikan tentang kendala peningkatan mutu pendidikan, yaitu:
1. Menurut DR.
Soedijarto, MA bahwa rendahnya mutu atau mutu pendidikan di samping disebabkan
oleh karena pemberian peranan yang kurang proporsional terhadap sekolah, kurang
memadainya perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan system kurikulum, dan
penggunaan prestasi hasil belajar secara kognitif sebagai satu-satunya
indikator keberhasilan pendidikan, juga disebabkan karena system evaluasi tidak
secara berencana didudukkan sebagai alat pendidikan dan bagian terpadu dari
system kurikulum. [3]
2. Secara umum,
Edward Sallis (1984) dalam Total Quality Management in Education menyebutkan,
kondisi yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan dapat berasal dari berbagai
macam sumber, yaitu miskinnya perancangan kurikulum, ketidak cocokan
pengelolaan gedung, lingkungan kerja yang tidak kondusif, ketidaksesuaian
system dan prosedur (manajemen), tidak cukupnya jam pelajaran, kurangnya sumber
daya, dan pengadaan staf.[4]
Sedangkan
menurut laporan Bank Dunia, terdapat empat factor yang diidentifikasi menjadi
kendala mutu atau mutu pendidikan di Indonesi, yaitu:
a. Kompleksitas
pengorganisasian pendidikan antara Depdiknas (bertanggung jawab dalam hal
materi pendidikan, evaluasi buku teks dan kelayakan bahan-bahan ajar) dan
Depagri dalam bidang (ketenagaan, sumber daya material, dan sumber daya
lainnya). Di samping itu, Departemen Agama bertanggung jawab dalam membina dan
mengawasi sekolah-sekolah keagamaan negeri maupun swasta. Dualisme ini
berakibat fatal karena rancunya pembagian tanggung jawab dan peranan
manajerial, keterlambatan dan terpilahnya system pembiayaan, serta perebutan
kewenangan atas guru.
b. Praktik
manajemen yang sentralistik pada tingkat SLTP. Pembiayaan dan perencanaan oleh
pemerintah pusat yang melibatkan banyak departemen. Hal ini menghambat
pencapaiaan tujuan wajib belajar pendidikan dasar.
c. Praktik
penganggaran yang terpecah dan kaku. Kompleksitas organisasi yang menyiapkan
anggaran pembangunan menjadi rumitnya pengelolaan pendidikan. Bappenas,
Depdiknas, dan Depagri, termasuk Depag, dalam menyiapkan anggaran pendidikan.
Akibatnya, hal ini menimbulkan dampak negatif, yaitu tidak adanya tanggung
jawab yang jelas antar unit, tidak ada evaluasi reguler terhadap kebutuhan
riil, dan tidak ada jaminan dana yang dialokasikan secara benar dan merata.
d. Manajemen
sekolah yang tidak efektif. Sebagai pelaku utama, kepala sekolah banyak yang
kurang mampu melakukan peningkatan mutu sekolahnya karena tidak dilengkapi
dengan kemampuan kepemimpinan dan manajerial yang baik. Pelatihan yang kurang
dan rekruitmen kepala sekolah yang belum didasarkan atas kemampuan memimpin dan
profesionalitas.[5]
b. Solusi
Peningkatan Mutu Pendidikan
Gambaran tentang rendahnya mutu
pendidikan sebelumnya telah di dahului oleh serangkaian studi yang dilakukan
oleh Proyek Penilaian Nasional Pendidikan (PPNP) yang dimulai sejak tahun 1969.
serangkaian studi ini telah memberikan gambaran tentang keadaan pendidikan di
Indonesia pada saat itu, dan telah dijadikan landasan bagi dilaksanakan
serangkaian pembaruan pendidikan yang dimulai sejak permulaan tahun 1970-an. [6]
Oleh sebab itu, Menteri Pendidikan
Nasional tanggal 2 Mei 2002 telah mencanangkan, bahwa pada tahun 2002 dimulai
gerakan peningkatan mutu atau mutu pendidikan. Gerakan ini perlu diawali dengan
mereformasi penyelenggaraan pendidikan di sekolah sebagai lembaga yang
memberikan layanan pendidikan apabila menghendaki pendidikan ini bermutu.
Gerakan tersebut memang sudah saatnya dimulai, mengingat mutu pendidikan
sekarang masih dalam kondisi yang memprihatinkan. [7]
Dalam rangka peningkatan mutu atau
mutu pendidikan, telah dilakukan berbagai kegiatan diantaranya adalah:
a. Pengembangan
kurikulum termasuk cara penyajian pelajaran dan system study pada umumnya.
b. Pengadaan
buku-buku pelajaran pokok untuk murid serta buku pedoman guru sekolah dasar dan
sekolah-sekolah lanjutan, buku-buku pelajaran kejuruan dan tehnik untuk
sekolah-sekolah yang memerlukannya dan buku-buku perpustakaan dalam berbagai
bidang study pada pendidikan tinggi.
c. Pengadaan
alat-alat peraga dan alat-alat pendidikan lainnya pada sekolah dasar (SD), TK,
dan SLB, laboratorium IPA dan SMP&SMA, fasilitas dan perlengkapan latihan
dan praktik pada sekolah-sekolah kejuruan dan tehnik serta laboratorium untuk
berbagai bidang ilmu pendidikan untuk Perguruan Tinggi.
d. Penataran
guru-guru dan dosen
Menurut Syafaruddin upaya untuk
meningkatkan mutu atau mutu pendidikan perlu dilakukan hal-hal berikut, yaitu:
1) Menyamakan komitmen mutu atau mutu oleh kepala sekolah, para guru dan pihak
terkait (stakeholders), mencakup: visi, misi, tujuan dan sasaran, 2)
Mengusahakan adanya program peningkatan mutu sekolah (kurikulum/pengajaran,
pembinaan siswa, pembinaan guru, keuangan, saran dan prasarana, serta kerjasama
dengan stakeholders sekolah, meliputi jangka panjang dan jangka pendek
3). Meningkatkan pelayanan administrasi sekolah, 4). Kepemimpinan kepala
sekolah yang efektif, 5) Ada standar mutu lulusan, 6) Jaringan kerjasama yang
baik dan luas, 7) Penataan organisasi sekolah yang baik (tata kerja), 8)
Menciptakan iklim dan budaya sekolah yang kondusif.[9]
Dalam pembahasan skripsi ini,
penulis akan mengungkapkan beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan
dengan upaya meningkatkan mutu pendidikan. Ada beberapa hal yang perlu mendapat
perhatian dalam meningkatkan mutu pendidikan adalah, antara lain:
1. Peserta
Didik
2. Pendidik
3. Sarana dan
Prasarana
4. Lingkungan
Ad. 1.
Peserta Didik
Dalam kaitannya dengan pendidikan,
peserta didik merupakan suatu factor atau komponen dalam pendidikan. Karena itu
pembinaan terhadap anak harus dilaksanakan secara terus menerus kearah
kematangan dan kedewasaan.
Sebagai makhluk manusia, peserta
didik memiliki karakteristik-karakteristik. Menurut Sutari Imam Barnadib,
Suwarno, dan Siti Mechati, peserta didik memiliki karakteristik tertentu,
yakni:
a. Belum
memiliki pribadi dewasa susila sehingga masih menjadi tanggung jawab pendidik.
b. Masih
menyempurnakan aspek tertentu dari kedewasaannya, sehingga masih menjadi
tanggung jawab pendidik.
c. Memiliki
sifat-sifat dasar manusia yang sedang berkembang secara terpadu yaitu kebutuhan
biologis, rohani, social, intelegensi, emosi, kemampuan berbicara, anggota
tubuh untuk bekerja (kaki, tangan, jari), latar belakang social, latar belakang
biologis (warna kulit, bentuk tubuh, dan lainnya), serta perbedaan individual. [10]
Dengan memahami karakteristik
peserta didik di atas, maka diharapkan guru mampu melaksanakan proses belajar
mengajar dengan baik sehingga tercipta peningkatan mutu pendidikan yang
diinginkan oleh sekolah.
Ad. 2.
Pendidik
Masalah mutu pendidikan, rupanya sudah sangat
menggelitik dunia pendidikan dewasa ini. Bukan saja bagi para professional,
juga bagi masyarakat luas terdapat suatu gerakan yang menginginkan adanya
perubahan sekarang juga dalam hal usaha peningkatan mutu atau mutu pendidikan.[11]
Dengan melihat keadaan mutu pendidikan yang rendah,
maka telah diupayakan usaha-usaha dalam meningkatkan mutu pendidikan. Oleh
karena itu, untuk meningkatkan mutu pendidikan sasaran sentralnya yang dibenahi
adalah mutu guru dan mutu pendidikan guru. [12]
Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan, maka perlu
kiranya dilakukan kegiatan-kegiatan dalam usaha peningkatan mutu guru, yaitu:
1. Absensi dan
Kedisiplinan Guru
Hal ini sangat menentukan mutu
pendidikan guru, karena absensi dan kedisiplinan guru sangat berpengaruh demi
kelancaran proses belajar mengajar. Jika guru jarang hadir atau tidak disiplin
maka hal itu akan menghambat proses belajar mengajar dan akan mengakibatkan
peserta didik menjadi malas. Akan tetapi jika guru selalu tepat waktu tidak
pernah terlambat dalam mengajar, maka hal inilah yang akan menjadi pemacu
semangat peserta didik dalam belajar. Dan bagi guru hendaknya selalu mempunyai
komitmen sebagai pendidik untuk meningkatkan mutu pendidikan.
2. Membentuk
Teacher Meeting
Teacher Meeting dapat diartikan
dengan pertemuan atau rapat guru yang merupakan salah satu teknik supervisi
dalam rangka usaha memperbaiki situasi belajar mengajar di sekolah. [13]
Tujuan dari Teacher Meeting ini adalah
menyatukan pendapat-pendapat tentang metode kerja yang akan membawa mereka
bersama ke arah pencapaian tujuan pengajaran yang maksimal dan membantu guru,
baik secara individu maupun secara bersama-sama untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan mereka, menganalisa problem-problem mereka, perkembangan
pribadi dan jabatan mereka.[14]
3. Mengikuti
Penataran
Penataran merupakan salah satu saran
yang tepat untuk meningkatkan mutu guru terutama dalam hal kemampuan
profesionalisme. Seperti yang diungkapkan Djumhur dan Moch Surya dalam bukunya
yang berjudul “Bimbingan dan Penyuluhan Di Sekolah”: Penataran adalah usaha
pendidikan dan pengalaman untuk meningkatkan mutu guru dan pegawai guna
menyelaraskan pengetahuan dan keterampilan mereka sesuai dengan kemampuan dan
perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidangnya masing-masing. [15]
Kegiatan penataran tersebut dimaksudkan untuk:
a. Mempertinggi
mutu petugas dalam bidang profesinya masing-masing
b. Meningkatkan
efisiensi kerja menuju ke arah tercapainya hasil
Adapun penataran yang diikuti oleh
guru adalah penataran yang diadakan oleh DEPAG, Depdikbud maupun
lembaga-lembaga lain. Dalam penataran ini tidak semua guru dapat mengikutinya,
tetapi hanya guru-guru tertentu dan setelah guru mengikuti penataran maka hasilnya
akan disampaikan kepada guru lainnya.
4. Mengikuti
Kursus Pendidikan
Dengan mengikuti kursus akan
menambah wawasan dan pengetahuan guru. Hal ini juga akan dapat meningkatkan
profesionalisme guru lebih bermutu. Kegiatan kursus ini bisa dilakukan secara
individu maupun kolektif.
5. Mengadakan
Lokakarya atau Workshop
Lokakarya atau Workshop merupakan
suatu kegiatan pendidikan “in-service” dalam rangka pengembangan
profesionalisme tenaga-tenaga kependidikan. [16]
Lokakarya merupakan suatu usaha
untuk mengembangkan kemampuan berfikir dan bekerja bersama-sama baik mengenai
masalah teoritis maupun praktis, dengan maksud untuk meningkatkan mutu hidup pada
umumnya serta mutu dalam hal pekerjaan. [17]
Dengan adanya lokakarya ini, guru
diharapkan akan memperoleh pengalaman baru dan dapat menumbuhkan daya
kreatifitas serta dapat memproduksi hasil yang berguna dari proses belajar
mengajar. Di samping itu guru dapat memupuk perasaan sosial lebih mendalam
terhadap peserta didik, sesama pendidik, dan karyawan maupun terhadap
masyarakat.
6. Mengadakan
Studi Tour
Kegiatan seperti ini biasanya
dilakukan oleh guru-guru yang mengajar mata pelajaran yang sejenis dan
berkumpul bersama untuk mempelajari masalah dari pelajaran tersebut, atau
sejumlah ilmu pengetahuan yang lain. Lokasi yang dipilih biasanya berkaitan
dengan tempat hiburan atau tempat-tempat yang bernilai sejarah, sehingga
pelaksanaannya selalu menarik dan menambah semangat.
Ad. 3. Sarana dan Prasarana
Berbicara tentang sarana dan prasarana, maka
pengertian ini tidak hanya menyangkut gedungnya, akan tetapi termasuk juga
berbagai komponen dan fasilitas yang terdapat di sekolah tersebut. Dengan
adanya sarana dan prasarana yang memadai dapat menunjang proses belajar
mengajar sehingga mampu meningkatkan mutu pendidikan.
Sarana pendidikan merupakan semua perangkat peralatan,
bahan dan perabot yang secara langsung digunakan dalam proses pendidikan di
sekolah. Sarana pendidikan dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang yaitu: Pertama,
ditinjau dari habis-tidaknya dipakai (sarana yang langsung habis di pakai dan
sarana yang tahan lama). Kedua, ditinjau dari bergerak tidaknya.
Ketiga, ditinjau dari hubungannya dengan proses belajar mengajar. Sedangkan
prasarana pendidikan adalah semua perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak
langsung menunjang proses belajar mengajar di sekolah. [18]
Sarana merupakan komponen yang sangat penting dalam setiap aktifitas
pendidikan, maka keberadaannya merupakan factor penting dalam usaha untuk
mencapai tujuan pendidikan yang telah dirumuskan. Sedangkan pengertian sarana
atau alat adalah hal yang tidak saja memuat kondisi-kondisi yang memungkinkan
terlaksananya pekerjaan mendidik, tetapi alat pendidikan itu telah mewujudkan
diri sebagai perbuatan atau situasi, dengan perbuatan dan situasi mana,
dicita-citakan dengan tegas, untuk mencapai tujuan pendidikan. [19]
Prasarana pendidikan di sekolah dapat diklasifikasikan
menjadi dua macam yaitu: Pertama, prasarana pendidikan yang secara langsung di
gunakan untuk proses belajar mengajar, seperti: ruang perpustakaan, ruang
teori, ruang praktek keterampilan, ruang laboratorim. Kedua, prasarana
pendidikan yang keberadaannya tidak digunakan untuk proses belajar belajar,
tetapi sangat menunjang pelaksanaan proses belajar mengajar seperti: ruang
kantor, kantor sekolah, tanah dan jalan menuju sekolah, kamar keci, ruang usaha
kesehatan sekolah, ruang guru, ruang kepala sekolah, dan tempat parkir
kendaraan. [20]
Ad. 4. Lingkungan
Yang dimaksud dengan lingkungan
disini adalah segala sesuatu yang berada di luar diri manusia, baik berwujud
makhluk hidup maupun yang mati. Termasuk di dalam lingkungan ini adalah
manusia, hewan, tumbuhan-tumbuhan, keadaan geografis, buku-buku, gambar/lukisan,
dan hasil hasil budaya manusia lainnya. Semua ini berpengaruh besar terhadap
pembentukan kepribadian peserta didik sebagai makhluk hidup.
Lingkungan ada dua macam, lingkungan
fisik dan lingkungan social. Lingkungan fisik yakni suasana dan keadaan berlangsungnya
pendidikan. Sedangkan lingkungan social yakni iklim dan suasana kependidikan.
Iklim yang kondusif akan memudahkan pencapaian tujuan pendidikan. [21]
rferensinya mana mba
BalasHapus