Rabu, 20 Juni 2012

Masalah Rendahnya Mutu Pendidikan di Indonesia

Beberapa Masalah Rendahnya Mutu Pendidikan di Indonesia
Akhir-akhir ini banyak sekali  masalah  yang menjadikan mutu pendidikan di Indonesia rendah.
Salah satu masalah rendahnya mutu pendidikan adalah:
1.       Masalah buku bacaan
Belum kering pembicaraan tentang Kisah Istri Simpanan Bang Maman, lalu ada buku kartun Nabi Muhammad SAW, kini dunia pendidikan dasar kita kembali dihebohkan dengan peredaran buku SD porno di beberapa perpustakaan di Jawa Tengah. Diantara buku SD yang dinilai porno tersebut adalah:
  • Buku "Ada Duka di Wibeng"
  • Buku "Tambelo Kembalinya Si Burung Camar"
  • Buku "Tidak Hilang Sebuah Nama"
Semuanya terbitan PT Era Adi Citra Intermedia Solo. Ketiga buku diatas cenderung menggunakan kata-kata vulgar yang belum pantas dibaca dan dikonsumsi oleh murid SD. Mulai dari pembicaraan hubungan intim hingga trik berhubungan seksual agar tidak hamil. Lucunya, buku-buku diatas adalah buku-buku yang termasuk dalam bantuan melalui dana alokasi khusus (DAK) perpustakaan tahun 2010 dan dinyatakan telah lolos seleksi oleh Keputusan Kepala Perbukuan Depdiknas no 1715/A.8.2/LL/tahun 2009. Keberadaan buku dan novel tersebut jika tidak ditarik dari peredaran akan berakibat rusaknya moral generasi penerus bangsa apalagi buku tersebut diperuntukkan bagi anak-anak SD.
2.       Masalah Sarana dan Prasarana
Indonesia merupakan Negara kepulauan. Kurang meratanya kesejahteraan pembangunan khususnya dalam hal pendidikan dapat dilihat dari adanya kesenjangan antara sekolah di daerah perkotaan dan daerah pedalaman. Adapun contoh nyata dari masalah sarana dan prasarana adalah  Para siswa SD Negeri 5 Jangkar Situbondo, Jawa Timur terpaksa harus melaksanakan ujian semesteran di teras rumah warga karena ruang kelas mereka sedang direnovasi. Hari-hari menjelang ujian, para siswa pun bukannya mempersiapkan diri belajar tapi justru sibuk membersihkan tempat yang akan dipakai untuk ujian. 
Ketika ujian berlangsung, para siswa pun harus berdesak-desakan. Mereka mengerjakan soal-soal ujian semester di lantai teras rumah warga karena tak ada meja dan kursi di tempat tersebut. Akibatnya, para siswa mengaku sulit berkonsentrasi menjawab soal-soal ujian. Menanggapi kondisi ini, pihak sekolah mengaku terpaksa menjalani pengalaman tersebut karena tak ada lagi tempat lain yang lebih layak. 
3.       Masalah Tenaga Pendidik
a.       Kualitas guru
Kualitas guru atau pendidik juga memegang andil yang sangat besar dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Kualitas guru Indonesia, saaat ini di sinyalir sangat memprihatinkan. Berdasarkan data tahun 2002/2003, dari 1,2 juta guru SD saat ini, hanya 8, 3%nya yang berijazah sarjana. Realita semacam ini, pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas anak didik yang dihasilkan. Padahal dalam peraturan Pemerintah (PP) No.19 tahun 2005 entang standar Nasional Pendidikan Pasal 29 menegaskan kualifikasi guru mulai jenjang  PAUD- SLTA minimal DIV dan Sarjana S1. Belum lagi, masalah, dimana seoang guru (khususnya SD) sring mengajar lebih dari satu masa pelajaran yang tidak jarang bukan merupakan inti dari pengetahuan yang dimiliknya, hal ini tentu saja dapat mengakibatkan proses belajar menjadi tidak maksimal.
Jumlah guru yang masih kurang, jumlah guru di Indonesia saat ini masih kurang, apalagi dikaitkan dengan jumlah anak didik yang ada. Oleh sebab itu, jumlah murid per kelas dengan jumlah guru yang tersedia saat ini, dirasakan masih kurang professional, sehingga tidak jarang satu ruang kelas sering diisi lebihdari 50 anak didik. Sebuah angka yang jauh darui ideal untuk sebuah proses belahar dan mengajar yang dianggap efektif. Idealnya, setiap kelas diisi tidak lebih dari 15-20 anak didik untuk menjamin kualitas proses belajar mengajar yang maksimal.
b.      masalah distribusi guru
masalah disribusi guru yang kurang merata, merupakan masalah tersendiri dalam dunia pendidikan di Indonesia. Di daerah- daerah terpencil, masih sering kita dengar adanya kekurangan guru dalam satu wilayah, baik karena alas an keamanan maupun factor-faktor lain, seperti masalah fasilitas dan kesejahteraan guru yang dianggap masih jauh dari yang diharapkan.
c.       Masalah kesejahteraan guru
Sudah bukan menjadi rahasia umum, bahwa tingkat kesejahteraan guru-guru sangat memprihatinkan. Penghasilan para guru, dipandang masih jauh dari mencukupi, apalagi bagi mereka yang masih berstatus sebagai guru bantu atau guru honorer. Kondisi ini telah menjadikan para guru untuk mencari penghasilan tambahan, di luar dari tugas pokok mereka sebagai pengajar, termasuk berbisnis di lingkungan di mana mereka mengajar. Peningkatan kesejahteraan guru yang wajar dapat meningkatkan profesionalisme guru, termasuk dapat mencegah para guru melakukan praktek bisnis di sekolah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar